Lilypie

Lilypie - Personal pictureLilypie Second Birthday tickers

Rabu, 16 Maret 2011

MEMAKAI JILBAB MAKA SIAP TAMPIL TIDAK MENARIK, MEMAKAI JILBAB BUKAN UNTUK MEMBUAT ORANG TERTARIK

BISMILLAHIRROHMANIRROHIIIM,



Jilbab”, perangkat busana muslim yang satu ini memang senantiasa menjadi salah satu topik bahasan yang tak pernah henti. Tak salah memang jika pembahasan jilbab ini tidak pernah hilang dari telinga kita mengingat jilbab memiliki arti dan fungsi yang sangat vital dalam syariat Islam. Sedangkan realitanya, penggunaan jilbab masih sangat banyak yang keluar dari koridor syariat tersebut.



Pada dasarnya, jilbab merupakan salah satu perangkat busana umat muslimah, yakni berupa kain yang longgar dan tidak transparan yang berfungsi untuk menutup atau menyembunyikan aurat mereka. Namun, saat ini betapa banyak umat muslimah yang katanya menggunakan jilbab namun sama sekali tidak menutup aurat mereka.



istilah-istilah dalam jilbab yang melenceng jauh dari makna jilbab yg sebenarnya:

1.Jilbab Berponi Dan Jilbab Setengah Tiang

Mungkin temen-temen pada penasaran apaan sih jilbab berponi? itu tuh orang yang pake kerudung tapi ga pake daleman kerudung dan poninya dikeluarin, malah ada yg poninya di cat merah jadi persis kaya anak kecil yg hobby maen layangan jd rambutnya merah, dan itu dengan sengaja diperlihatkan…

2.Selain itu jilbab setengah tiang,

jilbab yang leher dan separuh dadanya masih terlihat dan jilbab yg antara rambut (rambut bagian belakang) sama jilbabnya panjangan rambutnya jadi jilbabnya cuma nutupin setengah dari rambutnya.

3. jilbab seksi,

di dalam syariat Islam tidak mengenal yang namanya Jilbab seksi. Namun, kenyataannya saat ini istilah jilbab seksi telah tumbuh dan terus berkembang dengan pesat.

Mereka ingin menggunakan jilbab, namun ingin tetap tampil seksi. Sehingga mereka berusaha untuk menutupi kepalanya dengan selembar kain yang menurut pemikiran mereka itulah jilbab, namun mereka pun tetap berusaha untuk memperlihatkan belahan dadanya, mereka masih sangat gemar untuk memamerkan setiap lekuk tubuhnya yang indah dan menantang, mereka masih tidak malu untuk menampakkan pusar mereka. Bahkan banyak pula yang tidak malu untuk mempertontonkan (maaf) celana dalamnya ketika mereka tengah kumpul-kumpul, nongkrong dan ngobrol-ngobrol di tempat-tempat umum. Masya Allah!

Coba saudari renungkan sejenak, “Apa sih mau saudari yang sebenarnya? Mau berjilbab atau mau seksi?” Kalau memang mau berjilbab, ya berjilbablah sesuai dengan aturan jilbab itu sendiri sebagaimana terdapat dalam syariat berjilbab di dalam Islam. Tapi kalau ingin seksi, jangan membawa jilbab!

Sebutan Jilbab seksi kini masih sangat banyak disandang oleh para muslimah kita, bahkan dengan bangganya. Entah mereka tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti bahwa perbuatan yang mereka pertahankan itu akan menjadi sumber malapetaka bagi dirinya dan orang lain. Sadarkah kalian wahai saudariku, betapa banyak kaum lelaki telah dan akan yang terjerumus dalam kancah kemaksiatan karena godaan aurat yang kalian tebarkan? Sadarkah kalian betapa banyak pula dari golongan kalian sendiri yang telah menjadi korban nafsu jalang dari para lelaki hidung belang yang tidak dapat menahan hawa nafsunya setelah melihat segolongan kalian? Apakah kalian akan terus mendukung semua ini?

Tidak ada manfaat yang jelas dalam penggunaan jilbab seksi, kecuali mengarah pada kemaksiatan. Karena jilbab seksi tidak dapat menutup aurat dan tidak pula akan mengidentitaskan penggunanya sebagai seorang muslimah sejati. Dan tidak ada tujuan yang jelas dalam penggunaan jilbab seksi, kecuali juga mengarah kepada kemaksian. Karena jilbab seksi bukanlah perintah yang wajibkan dalam Islam, melainkan larangan yang diharamkan. Menggunakan jilbab seksi berarti telah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, itulah perbuatan dholim.

(Maaf), Kadang terbesit tanya dalam pikiran penulis jika merenungkan masalah jilbab seksi ini, “apakah mereka menganggap bahwa rambut atau telinga mereka itu lebih menarik perhatian dan nafsu jalang para lelaki hidung belang ketimbang belahan dada, setiap lekuk tubuh dan pinggul, gambaran buah dada, atau lekukan paha mereka sehingga mereka hanya mau membungkus kepala mereka saja? Apakah mereka pikir bahwa belahan dada, setiap lekuk tubuh dan pinggul, gambaran buah dada, atau lekukan paha mereka itu tidak lebih menjerumuskan?”

Ketahuilah wahai saudariku muslimah yang insya Allah dirahmati Allah swt, jangan habiskan sisa waktumu untuk memperjuangkan hal yang sia-sia. Jangan habiskan usiamu untuk memperjuangkan sesuatu yang justru akan membinasakanmu dan kami (kaum lelaki).

Jilbab seksi bukanlah pakaian muslimah yang layak pakai. Sebaliknya, jilbab seksi adalah modifikasi pikiran-pikiran jahiliyah yang ingin menjerumuskan umat Islam dalam kebinasaan.



Yang saya tahu, Allah memerintah kita untuk berjilbab agar tidak menarik.

Yang saya tahu, seharusnya wanita yang berjilbab itu memakai jilbab dengan warna-warna yang tidak menarik, seperti hitam, coklat, atau abu-abu. atau warna-warna yang memang telah di sunnahkan untuk perempuan,

Yang saya tahu, seharusnya wanita menggunakan jilbab yang longgar sehingga menutupi lekukan tubuhnya.

Yang saya tahu, jilbab itu harus menutupi rambutnya, HARUS menutupi bagian-bagian yang dianggap akan membuat terangsang, menutup segala perhiasannya

Yang saya tahu, apapun yang dikenakan wanita untuk menutupi auratnya, apabila gerak-geriknya menarik perhatian, tetap saja wanita sia-sia menutupi auratnya.



Model busana muslimah seperti ilustrasi di atas banyak digandrungi oleh remaja muslimah di masa ini. Wallahu’alam, sepertinya kebanyakan mereka mencontoh hal ini dari para artis dan selebritis di layar kaca yang menyebut busana seperti ini sebagai busana yang Islami. Sungguh ini adalah sebuah salah paham. Adapun kesalahan dari model busana muslimah yang demikian ditinjau dari dua sisi:

1. Ketat. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melarang para wanita muslimah berpakaian ketat. Dan batasan ketat adalah tergambarnya bentuk salah satu anggota tubuh yang termasuk aurat. Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441; Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan). Dan kita perhatikan model busana di atas, bentuk kepala, pinggang, lengan, dada, dan pinggul masih tergambar dengan jelas.
2. Termasuk tabarruj. Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki (Fathul Bayan VII/19). Jadi tabarruj tidak harus memperliihatkan bagian tubuh yang termasuk aurat, bisa jadi seorang muslimah berpakaian yang menutup aurat namun pakaiannya di buat sedemikian rupa hingga menarik dengan kombinasi warna dan pernak-pernik sehingga memancing pandangan kaum pria untuk melihatnya. Perhatikan, model busana di atas masih memperlihatkan bentuk tubuh wanita yang merupakan perhiasan yang nampak indah di mata lelaki. Inilah tabarruj. Allah dan Rasul-Nya telah melarang tabarruj. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” (An Nur: 31).



Banyak diantara mahasiswi muslimah berbusana seperti ilustrasi di atas. Jilbab agak lebar menjulur sampai pinggang, namun mereka memakai jaket dan jilbab mereka dimasukkan ke dalam jaket. Alhamdulillah mereka sudah memiliki kesadaran untuk memakai jilbab yang lebih besar dan berusaha menutup aurat dengan baik. Namun busana seperti ini pun belum memenuhi kriteria busana syar’i, karena:

1. Ketat. Telah kita bahas bahwa batasan ketat dalam syariat adalah memperlihatkan bentuk tubuh yang termasuk aurat. Dan ini dilarang oleh syariat. Dengan dipakainya jaket seperti ilustrasi di atas bentuk kepala, leher, pundak, lengan dan dada jadi terlihat. Dan semua ini termasuk aurat wanita yang harus disembunyikan. Maka ini termasuk pakaian yang ketat dari pandangan syariat. Dan perhatikanlah, model busana yang kedua ini tidak jauh berbeda dengan model yang pertama pada ilustrasi di atas.

Sebagian muslimah sudah memiliki kesadaran untuk memakai busana muslimah yang lebar, tidak ketat dan menjulur menutupi auratnya. Namun dalam hati mereka masih ada keinginan tampil cantik sehingga dilirik oleh para lelaki. Akhirnya mereka pun berhias dengan jilbab mereka. Mereka pakai jilbab dengan warna-warni menarik, mereka pakai busana dengan variasi model, mereka pakai jilbab yang bercorak menarik, yang hal-hal ini malah membuat mereka tampak menarik di mata kaum pria yang melihatnya. Sehingga kaum pria pun bernikmat-nikmat memandangi mereka. Dan anehnya, dengan jilbab lebar yang mereka pakai, para muslimah itu senang dipandang.

Hal ini sungguh bertentangan dengan perintah Allah: ““Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya” (An Nur: 30). Artinya semakin terhindar dari pandangan laki-laki semakin baik untuk seorang muslimah, karena laki-laki mu’min diperintahkan untuk menjaga pandangan. Bagaimana mungkin para lelaki mu’min bisa menjalankan perintah ini jika kaum muslimahnya malah berhias diri dan senang dipandang?? Dan itulah maksud syariat memeritahkan wanita memakai jilbab, yaitu untuk menjaganya dari pandangan kaum lelaki. Karena sungguh dahsyat fitnah (bencana) dari pandangan itu. Sebagaimana hadits Nabi: “Zina kedua mata adalah memandang, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah bicara, zina tangan adalah memegang, dan zina kaki adalah melangkah.” (Muttafaq ‘alaih dengan lafazh Muslim). Maka sungguh aneh jika ada seorang muslimah, ia mau berjilbab tapi tetap ingin dipandang. Bahkan sepatutnya seorang muslimah, walaupun ia berjilbab, untuk menjaga diri dari pandangan lelaki. Bukan malah tampil dihadapan umum, turun ke jalan-jalan, berbicara di depan banyak lelaki, menempel fotonya dimana-mana atau lebih parah lagi bernyanyi dan bergoyang dihadapan banyak lelaki. iyyadzan billah. Perhatikanlah hadist Nabi: “Sebaik-baik shaf lelaki adalah shaf terdepan dan sejelek-jeleknya adalah shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf terakhir, dan sejelek-jeleknya adalah shaf terdepan.” (HR. Muslim
). Shaf terjelek bagi wanita adalah yang terdepan karena akan lebih mudah terlihat oleh kaum lelaki. Ini dalam shalat, maka bagaimana lagi dalam kegiatan yang bukan ibadah?? Dan perhatikanlah firman Allah, yang artinya: “ Dan apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi) maka mintalah dari belakang tabir (hijab). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzab : 53)
Kita berharap semoga kaum muslimah kita yang dimuliakan oleh Allah, senantiasa memperbaiki diri dan menjaga kehormatan dirinya dengan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Beragama dengan metode yang benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah, bukan hanya mengikuti perasaan, atau mengikuti apa yang dianggap baik oleh kebanyakan orang. Wallahu ta’ala a’lam.

sumber : http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id/





Kesalahan-kesalahan busana muslimah

Bila kita perhatikan, dari masa-ke-masa semakin banyak saja wanita-wanita muslimah yang sadar akan indahnya berhijab (baca:menutup tubuh dengan busana muslimah yang syar’i). Banyak kita dapati muslimah yang sebelumnya tidak berjilbab kemudian mulai mengenakan jilbab. Alhamdulillah, Rahimahunnallah. Walau begitu bukan berarti da’wah tentang jilbab sudah berhasil, dan para da’i berpuas diri. Pasalnya masih sangat disayangkan kebanyakan dari mereka belum berhijab dengan benar dan sesuai syariat. Bisa jadi dikarenakan mereka memakai jilbab hanya karena mengikuti trend, atau hanya agar terlihat islami, terlihat lebih anggun dan cantik, atau hanya ikut-ikutan saja. Maka mereka pun lebih mementingkan faktor keindahannya, keanggunan, ke-stylish-an, tanpa mempedulikan sudah-benar-atau-belum jilbab yang digunakannya.

Maka ketahuilah wahai muslimah, Allah telah mewajibkan bagimu untuk berhijab, maka Allah pun telah memberikan ketentuan-ketentuannya. Dan ketahuilah berhijab yang syar’i tidak hanya sekedar menutup aurat saja. Dan hal ini yang banyak disalah-pahami kebanyakan muslimah. Sehingga dibuatlah berbagai macam model busana muslimah dengan prinsip “yang penting menutup aurat”. Sehingga dari salah paham ini muncullah banyak kesalahan-kesalahan dalam berbusana muslimah:



1. Tidak menutup aurat secara sempurna

Banyak dari busana muslimah yang ada sekarang tidak menutup aurat secara sempurna, melainkan terdapat celah-celah yang memperlihatkan aurat walau hanya sedikit. Dan menurut jumhur ulama, bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sebagaimana ulama ahli tafsir Imam Al-Qurthubi berkata : Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya”. Maka, selain muka dan telapak tangan, tidak boleh terlihat walaupun sedikit. Aurat yang sering ditampakan dalam berbusana muslimah yang salah antara lain:



Leher

Baik karena jilbab terlalu pendek atau karena jilbab yang diterpa angin, tidak boleh sampai terlihat lehernya.



Lengan

Beberapa muslimah hanya menggunakna baju berlengan panjang tanpa decker. Sehingga ada bagian lengan yang terlihat bila tangan digerakkan. Padahal dari ujung bahu sampai pergelangan tangan termasuk aurat yang tidak boleh terlihat.



Rambut

Baik rambut yang terurai didepan, dibelakang atau disekitar daerah telinga tidak boleh terlihat.



Kaki

Sungguh mengherankan, bahwa syariat memerintahkan laki-laki untuk menjauhi isbal dan wanita menjulurkan pakaiannya sampai melebihi mata kaki, namun yang banyak terjadi justru sebaliknya! Laki-laki banyak ber-isbal, dan wanita malah berpakaian lebih tinggi dari mata kaki, sehingga terlihatlah kakinya. Padahal kaki (semua bagian) termasuk aurat yang tidak boleh terlihat. Untuk hal ini dianjurkan memakai busana yang panjangnya melebihi mata kaki, atau bahkan sampai menyentuh tanah. Atau mengenakan kaus kaki, dianjurkan dengan warna gelap, bukan dengan warna kulit.

2. Ketat

Hal ini yang banyak belum diketahui para muslimah, bahwa Islam melarang muslimah berbusana ketat. Lalu apa batasan ketat? Syaikh Al-Albani menjelaskan bahwa busana muslimah dikatakan ketat jika dapat menggambarkan bentuk anggota tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadist Usamah: Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan). Jadi, baju ketat bukan hanya baju yang kainnya menempel dengam erat dikulit, namun termasuk juga baju yang sedikit agak longgar namun masih dapat menggambarkan siluet dan bentuk tubuh. Seperti pada beberapa baju gamis muslimah yang banyak digunakan sekarang, yang terdapat belahan pada bagian pinggulnya sehingga bila digunakan masih bisa memperlihatkan lengkung pinggang dan pinggul atau siluet si pemakai. Termasuk ketat juga jilbab yang terdapat karet atau ikatan dibagian lehernya yang bila digunakan dapat menggambarkan bentuk kepala, leher dan bahu si pemakai. Suatu kesalahan pula yang banyak dilakukan para jilbaber yang sudah berjilbab besar, yaitu memakai jaket di luar jilbabnya. Hal ini menyebabkan hilangnya fungsi jilbab yang menutupi bentuk tubuh bagian atas. Dengan memakai jaket di bagian luar jilbab, akan memperlihatkan bentuk tubuh, bentuk sliuet, bahu, lengan, dan lengkung pinggang si pemakai. Solusinya, pakailah jaket yang super-besar dan longgar atau bila memiliki jaket yang tidak besar, pakailah di dalam jilbab (jilbab menutupi jaket).

3. Jilbab terlalu pendek



Sungguh mengherankan beberapa saudara kita muslimah, yang ia sudah menyadari wajibnya menutup aurat, namun di dalam hatinya masih ada keinginan untuk menonjolkan bagian-bagian tubuhnya agar terlihat indah dimata laki-laki. Waliyyadzubillah. Sehingga mereka pun memakai jilbab sekadarnya saja, terlalu pendek. Lebih lagi gencarnya syiar ‘busana muslimah gaul’ yang lengkap dengan jilbab pendek dan ketatnya. Bahkan kadang hanya sepanjang leher dan diikat-ikat dileher sehingga bagian dada (maaf) tidak tertutupi jilbab. Sungguh ini sebuah kesalahan fatal dalam berbusana muslimah. Padahal telah jelas dalil menyebutkan:

“Dan hendaklah mereka menutupkan jilbab ke dada mereka…” (QS. An Nur : 31)

Maka disini ulama berpendapat bahwa panjang minimal jilbab adalah sampai menutupi dada dengan sempurna. Namun ini bukan berati hanya ‘ngepas’ sepanjang itu. Karena bila diterpa angin, maka bagian dada akan tersingkap, terutama bagi akhowat-akhowat pengendara motor. Maka, tidak ada pilihan lain bagi muslimah kecuali mengenakan jilbab yang lebih panjang dari itu. Bahkan sangat baik bila jilbab menjulur panjang sampai betis atau sampai kaki. Dan inilah pendapat sebagian ulama dengan mengambil zhahir dari perintah Allah pada surat Al-Ahzab ayat 59:

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin : “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS. Al Ahzab : 59)


AL AFWU MINKUM BILA ADA YANG TERSINGGUNG DENGAN ARTIKEL INI!

SYARAT-SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH YANG SEMPURNA:

Syarat Pakaian Wanita yang Harus Diperhatikan

Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan pada syarat-syarat pakaian muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadits abad ini-. Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun semua yang mereka sampaikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shohih.

Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki.

Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.

Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.

Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum.
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!

Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)

Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا

“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.

Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْداً فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ

“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”

Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan).
Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الذِّيْنَ يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ

”Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)

Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.

Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .

Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.

Inilah penjelasan ringkas mengenai syarat-syarat jilbab. Jika pembaca ingin melihat penjelasan selengkapnya, silakan lihat kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi pembahasan Syaikh Al Albani.

Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria untuk memperingatkan istri, anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah pakaian ini. Sungguh kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini. Semoga ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita semua.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.

Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar